madyapadma

madyapadma
my first teacher in journalistic

Friday, September 2, 2011

trik menyelesaikan rubik 3 x 3

1. Menyusun Rubik Lapisan Pertama

Untuk langkah ini saya anggap kamu sudah bisa, jadi tidak perlu penjelasan yang detail.

[ Perhatikan lapisan paling atas sewarna. ]

2. Sisi Lapisan Kedua
Baliklah posisi rubiks sehingga lapisan pertama (warna putih) berada di bawah.
Ada 2 kondisi berbeda dengan langkah yang juga berbeda.
Kondisi I :
Langkah-langkahnya:







Kondisi II :
Langkah-langkahnya:







Jika kedua kondisi di atas tidak terpenuhi, jalankan salah satu langkah di atas, maka dengan sendirinya akan kamu dapat susunan warna yang memenuhi salah satu kondisi.
Ulangi langkah-langkah tersebut beberapa kali sampai tersusun Lapis Kedua seperti gambar di bawah ini.
[ Perhatikan, 2 lapisan bawah telah sewarna. ]

3. Mancing Ikan
Yang saya maksud ‘Mancing Ikan’ adalah menyusun warna seperti bentuk ikan pada permukaan paling atas.





Jalankan langkah ini beberapa kali sampai tersusun warna (biru) pada permukaan paling atas seperti gambar di bawah ini.
[ Pemula biasanya akan mengulangi langkah ini sampai sekian 'banyak' kali untuk memperoleh 'ikan'. Namun jika sudah terbiasa, langkah ini cuma butuh 1-3 kali pengulangan. ]

4. Permukaan Atas
Ada 2 kondisi berbeda dan dan masing-masing kondisi memiliki langkah yang berbeda pula.
Kondisi I :





Kondisi II :




Dengan menjalankan salah satu dari langkah ini, permukaan atas akan sewarna.

5. Sisi Lapisan Ketiga : Membentuk Warna Yang Sejajar Vertikal
Ketika permukaan atas sudah sewarna biasanya sisi lapis ketiga warnanya masih acak. Untuk itu, lakukan langkah ini untuk menyusun warna sisi lapisan ketiga.
Kondisi: [ Jika kondisi ini tidak terpenuhi, abaikan kondisi dan jalankan langkah ini, akan tersusun warna sesuai kondisi. ]







Langkah-langkahnya:






Setelah menjalankan langkah ini kamu akan mendapatkan susunan warna seperti ini.

7. Sisi Lapisan Ketiga : Penyelesaian
Kondisi I : [kebalikan dari kondisi II]





Kondisi II :










Setelah menjalankan langkah ini akan tersusun enam sisi sewarna.

lets try it ...

Thursday, September 1, 2011

Permasalah Budaya yang Dihadapi Indonesia


Masalah budaya di Indonesia memang sudah menjadi masalah yang pelik. Sejak sekian lama, Indonesia memang dikenal dengan kebudayaannya. Bahkan karena budaya, Indonesia pun menjadi dilirik oleh Negara lain. Secara tidak langsung budaya itu telah mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Namun, pemerintah sepertinya tak acuh dengan masalah Budaya yang terkesan “kuno”. Namun ketika salah satu budayanya di akui oleh Negara lain, barulah kuping pemerintah merah padam. Pemerintah terkesan lambat dan tidak perduli dengan kebudayaannya sendiri. Peran Kembudpar pun nihil. Dari sekian banyak kebudayaan dan kesenian yang dimiliki Indonesia, yang telah memiliki hak paten hanya sebagian kecil saja.
Tak ayal ini merupakan kemunduran bagi bangsa yang sedang tumbuh ini. Selain faktor pemerintah yang terkesan lamban, ada beberapa lagi faktor yang mempengaruhi masalah kebudayaan di Indonesia. Seperti yang telah dipaparkan dalam artikel “Budaya “Tercemar”, Siapa yang Salah?”, faktor globalisasi juga ikut peran dalam polemic kebudayaan ini.
Globalisasi yang memang ditakutkan akan menggeser kebudayaan bangsa, dapat masuk ke Indonesia dengan mudah. Semakin lama hal itu akan semakin menggusur budaya lokal Indonesia. Contoh untuk hal ini dapat kita lihat pada masyarakat keraton Indonesia. Dalam dua abad terakhir tata masyarakat kerajaan mulai memudar. Kedudukan bangsawan dikudeta oleh kaum pedagang dengan senjata teknologi dan uang. Legitimasi istana yang bersemboyan kawula gusti kini diinjak-injak oleh semangan individualisme, hak asasi, dan kemanusiaan. Mitos dan agama digeser sekularisme dan rasionalitas. Tata sosial kerajaan digantikan oleh nasionalisme. Akibat runtuhnya kerajaan yang mengayomi seniman-cendekiawan istana, berantakanlah kondisi kerja dan pola produksi seni-budaya istana.
Hal itu semakin diperparah dengan kaum muda yang “enggan” melestarikan kebudayaan Indonesia. Itu menjadi nilai min di tengah morat marut pemerintah dalam menangani hal ini. Belum lagi masalah yang sempat menampar muka aparat pemerintah, yaitu pengakuan akan budaya Indonesia oleh Negara serumpun, Malaysia.
Beberapa saat kasus ini sempat menjadi topik hangat hampir di seluruh televisi swasta. Demo pun terjadi di berbagai tempat mengecam sikap Negara Malaysia. Pemerintah pun cepat tanggap akan masalah itu. Ada beberapa nama kebudayaan yang diakui oleh Malaysia, antara lain angklung dari Jawa Barat, lagu daerah “Rasa Sayang-sayange” yang berasal dari Maluku, serta “Reog Ponorogo” dari Jawa Timur. Namun seiring berjalannya waktu, masalah itu layaknya debu di padang pasir, menghilang ditumpuk berbagai masalah yang terjadi di Indonesia.
Ini pun memberi suatu pertanyaan, apakah budaya itu harus di akui oleh Negara lain dulu baru mendapat perhatian pemerintah? Pemerintah harus tegas dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan indonesia dengan cara membuat peraturan perundangan yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Dan jika perlu pemerintah harus mematenkan budaya-budaya yang ada di Indonesia agar budaya-budaya bangsa tidak jatuh ke tangan bangsa lain. Selain itu, yang terpenting adalah penanaman nilai kebudayaan pada generasi muda sejak dini. Karena tak dapat dipungkiri, generasi mudalah yang akan melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia kedepannya. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikan budaya bangsa.

Profil : POLYGON


Polygon. Sebuah merek sepeda yang tidak asing lagi di telinga kita. Banyak dari kita mengetahuinya, atau bahkan mengendarainya saat Car Free Day. Tapi apakah ada yang mengetahui bahwa merek Polygon merupakan produk asli Indonesia?
Mungkin tak pernah terbayang di benak kita, Polygon, merek sepeda yang mendunia, merupakan produk asli dalam negeri. Ya, bermula di tahun 1989 dari satu kawasan kecil yang namanya tak banyak dikenal orang, Wadungasih Sidoarjo – Jawa Timur, sebuah pabrik sepeda didirikan dengan tekad besar menembus pasar internasional.
PT Insera Sena. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1989 pada daerah keseluruhan 30.000 m2 dengan luas bangunan 18.000 m2. Dengan sekitar 430 karyawan, PT. Insera Sena selalu berusaha meningkatkan kapasitas produk dan mencapai sekitar 360.000 unit per tahun. Perusahaan ini memproduksi sepeda untuk pasar luar negeri dengan merek mereka sendiri. Salah satu merek yang paling terkenal ialah Polygon.
Pengembangan suatu usaha dalam kancah persaingan global memerlukan pondasi yang kuat dalam banyak segi. Berpijak dari dasar itulah maka dipilih nama Polygon sebagai mereka yang akan “dijual” kedepannya. Polygon dalam arti harafiahnya berarti ‘segi banyak’ dipandang pantas untuk menyandang karakter sebuah produk nasional menuju ketatnya pasar internasional yang begitu ketat dan terjal.
Semua segi itulah yang telah dan terus dibangun Polygon dengan berpijak pada 4 pilar utama, yaitu technology, quality, craftmanship, dan support. Inilah sebuah sosok yang terus dan akan terus berkembang, demi menggapai lebih banyak lagi prestasi di kancah internasional.
Sejak awal berdirinya, PT. Insera Sena (IS)  memang menargetkan pangsa luar negeri sebagai target utama. Dengan bermodalkan merek Polygon yang saat itu masih awam, mereka berusaha merebut hati masyarakat di lima benua. Sampai akhirnya, perusahaan sepeda mencapai masa keemasan mereka pada tahun 1991 sampai dengan 1994. Polygon berhasil merebut hati masyarakat luar negeri dan menjadi top brand. Sejak saat itu, Polygon menjadi salah satu merek sepeda paling laris, baik di dalam maupun luar negeri.
Visi dari peusahaan adalah menjadi produsen kelas dunia sepeda yang inovatif, produktif dan kompetitif efisien. Mencapai itu, misi perusahaan adalah untuk memproduksi, mendistribusi dan memasarkan produk berkualitas tinggi  dengan nilai tambah tinggi, untuk meningkatkan kemampuan kompetitif menjadi perusahaan yang ramping, dinamis, dan efektif dengan utama dalam sumber daya manusia dan teknologi pembangunan.
Polygon dibuat dengan kesungguhan dan perhatian mendalam akan fungsi yang tepat dan signifikan dari setiap sepeda. Penggunaan sepeda dewasa ini sangat beragam, mulai dari alat transportasi, olahraga, hobi, sarana rekreasi bersama keluarga dan teman melalui kegiatan bersepeda bersama, melatih ketrampilan bersepeda, hingga sebagai aktualisasi diri.
Pengembangan sumber daya manusia dan berbagai hal teknis telah mengisi tahun-tahun perjalanan Polygon sebagai salah satu merek sepeda kelas dunia. Sepeda Polygon selalu memberikan kinerja optimal bagi pengendaranya, dan ini merupakan esensi terpenting dalam bersepeda. Tak dapat dipungkiri, ini telah menjadikan Polygon sebagi salah satu kompetitor sepeda kelas dunia asal Indonesia.
PT Insera Sena sebagai produsen Polygon, memproduksi berbagai jenis sepeda. Sepeda-sepeda itu antara lain sepeda kota, trekking, MTB, penuh suspensi, keras ekor, menurun, BMX dan masih banyak lagi.
Selain itu, yang membuat Polygon semakin dikenal ialah strategi pemasarannya. Polygon aktif mengembangkan model-model sepeda untuk mengikuti zaman. Selain itu, Polygon juga berperan aktif untuk mensponsori kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sepeda. Hal ini lah yang membuat Polygon diterima masyarakat.

Arti Loyalitas dan Implementasinya Dalam Suatu Organisasi


Organisasi merupakan wadah/sarana bagi suatu kelompok individu yang minimal punya suatu kesamaan visi dan misi. Satu hal penting yang sangat diperlukan oleh sebuah organisasi untuk mempertahankan keberadaannya adalah loyalitas dan kebersamaan dari anggotanya. Loyalitas erat kaitannya dengan kesetiaan. Seorang anggota yang memiliki loyalitas terhadap organisasinya memiliki kesadaran pribadi untuk memanfaatkan semua potensi yang ada dalam dirinya demi kemajuan organisasi.

Loyalitas dapat diartikan tekad dan kesanggupan menaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu dengan disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta dalam pelaksanaan tugas. Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melenggangkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun.

Loyalitas anggota memegang peranan krusial dalam jalannya organisasi. Tata aturan yang sempurna, program kerja yang brilian, tanpa disertai dengan loyalitas para eksekutornya adalah hal yang sia-sia. Secara lebih riil, anggota tersebut akan menaati segala bentuk tata tertib yang berlaku, mendukung program kerja dengan mengikutsertakan diri sebagai partisipan aktif. Bahkan menjadi pengurus/kreator ide-ide penting untuk membangun organisasi dari dalam.

Loyalitas yang dimilki oleh setiap organisator juga berpengaruh pada kelanjutan suatu organisasi dalam melaju pada rel visi dan misi. Jika suatu organisasi sudah melenceng dari jalur visi dan misi yang ada, besar kemungkina bahwa rasa loyalitas yang dimilki oleh para anggotanya telah kropos dan lapuk. Karena jika memang loyalitas benar-benar ada pada setiap anggota, tidak mungkin mereka akan membiarkan dan bahkan membawa organisasi tersebut ke arah yang menyimpang dari rel visi dan misi.

Hal yang tidak kalah penting adalah kebersamaan dan komitmen antara anggota dalam suatu organisasi. Dalam kenyataannya, pelaksanaan program kerja sebagai bentuk realisasi visi organisasi tidak semua anggota memiliki kesamaan sistem kerja berdampak buruk bagi kelangsungan organisasi itu sendiri. Hal ini disebabkan terutama karena anggota yang mengikuti suatu organisasi tidak berniat secara penuh untuk mendedikasikan dirinya untuk kelangsungan organisasi, mereka hanya ingin mengambil manfaat yang mereka anggap berguna bagi mereka. Singkat kata, mereka hanya aktif mengikuti kegiatan yang mereka inginkan.

Komitmen organisasi tidak kalah pentingnay. Komitmen dapat diartikan sebuah ikatan emosional yang meliputi keterlibatan dalam suatu organisasi dan mempunyai keinginan untuk menggunakan upaya yang tinggi demi mencapai tujuan organisasi. Komitmen organisasi dapat tumbuh manakala harapan kerja terpenuhi oleh organisasi, dengan adanya harapan kerja yang terpenuhi maka akan timbul kepuasan kerja, sehingga komitmen dapat berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja anggota. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar loyalitas atau ketaatan keanggotaan biasa dan pasif, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan pada tingkat daya upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Implemetasi yang terwujud dalam bentuk loyalitas anggota terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memasukkan kebutuhan dan keinginan anggota dalam tujuan organisasi. Dengan demikian akan menimbulkan suasana saling mendukung diantara para anggota dengan organisasi. Sehingga akan membuat anggota dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena anggota memahami tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

Nilai subtansi dari sebuah organisasi adalah bukan pada masa kejayaan yang pernah diraihnya. Namun lebih dari itu, organisasi akan lebih mempunyai ‘harga’ jika organisasi tersebut bisa mengantarkan para anggotanya ke arah visi dan misinya dan berhasil menanamkan rasa loyalitas tinggi pada jiwa setiap anggotanya.  Sehingga dari itu semua, organisasi tadi benar-benar mampu mempertahankan eksistensinya meskipun banyak rintangan yang dihadapi.

Nasib organisasi tersebut ke depannya akan ditentukan oleh tingkat loyalitas anggotanya. Apabila anggota merasa “malas” maka untuk merealisasikan program kerja organisasi akan terasa sangat sulit. Tidak lain alasan dari itu semua adalah karena kurangnya rasa memiliki oleh setiap anggotanya. Ya, dari sini penulis kembali menyatakan bahwa loyalitas amat sangat berarti bagi eksistensi sebuah organisasi. Loyalitas ibarat ruh bagi organisasi. Dan tentunya, tanpa ruh, sebuah organisasi tak akan mampu bernafas lebih lama, yang akhirnya berakibat dan berujung pada ‘matinya’ organisasi tersebut

Pengaruh Organisasi Dalam Membentuk Karakter Seseorang

Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Dapat disimpulkan bahwa sebuah organisasi haruslah memiliki interaksi antar anggotanya. dalam beberapa pengertian organisasi disebutkan haruslah memiliki tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai tujuan tersebut maka sebuah organisasi akan membentuk karakteristik anggotanya agar sesuai dengan tujuan tersebut. Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja secara bersama-sama dengan menggunakan sumber daya tertentu untuk berusaha mencapai tujuannya. Dengan kata lain bahwa organisasi itu terdiri dari orang-orang yang bekerja dalam suatu sistem pencarian tujuan. Agar supaya tujuan organisasinya tercapai maka perlu dilakukan usah-usaha tertentu untuk mengelola organisasinya. dalam mengelola organisasi ini sudah pasti tidak dapat terlepas dari aspek-aspek managerial yang berkaitan erat dengan aktivitas organisasi.

Proses tercapainya pengendalian dalam suatu organisasi mencakup suatu analisa tentang pola otonomi yaitu hubungan-hubungan struktural yang ditetapkan oleh pucuk pimpinan yang dicerminkan dalam bagan struktur organisasinya, serta gaya manajemen yang diterapkan oleh pucuk pimpinan di dalam usahanya untuk mempengaruhi prilaku bawahannya.

Tercapainya tujuan organisasi sangat tergantung pada ada atau tidaknya unsur kerja sama diantara sesama anggotanya, baik melalui struktur formalnya maupun struktur informalnya. Yang dimaksud dengan struktur formal disini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang terjadi yang diatur melalui struktur organisasinya, sedangkan struktur informal sisini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang diatur melalui struktur organisasinya, sedangkan struktur informal disini adalah pola hubungan antara sesama anggota yang terjadinya secara spontan dan tidak diatur melalui struktur organisasinya.

Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan dalam organisasi itu, para anggotalah yang menentukan keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas organisasi harus dimulai dari perbaikan produktivitas anggota. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerjanya.


Anggota sebagai individu ketika memasuki organisasi akan membawa kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu, maaf-maaf kalau kita mengamati anggota baru di kantor. Ada yang terlampau aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena anggota baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.


Selanjutnya, individu ini akan berinteraksi dengan tatanan organisasi seperti peraturan dan hirarki, tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian. Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengnalkan aturan-aturan organisasi kepada anggota baru. Misalnya dengan memberikan masa orientasi.


Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik.


Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu, pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi.


Kohesivitas kelompok mengacu pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya tinggi, setiap anggota kelompok itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal kohesivitasnya, dan banyak yang tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang mempunyai daya tarik tertentu dan komitmen bersama yang merupakan ciri kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang lebih besar terutama berkembang dalam kelompok yang relatif kecil dan mempunyai organisasi yang lebih bersifat kerjasama daripada persaingan. Kesempatan saling berinteraksi antara para anggotanya secara lebih sering membantu berkembangnya kohesivitas kelompok tersebut.


Kohesivitas yang lebih besar terdapat dalam kelompok yang mempunyai lebih banyak kemiripan sikap, pendapat, nilai dan perilaku diantara para anggotanya ( Cartwright, 1968 ). Pada tahap awal perkembangan kelompok tingkat kemiringan tadi mengurangi kemungkinan terjadinya pertentangan yang mungkin memecah kelompok tadi menjadi fraksi – fraksi yang lebih kecil atau menghancurkannya sama sekali.


Salah satu arti organisasi adalah sebuah kelompok yang besar dan mempunyai norma – norma yang mempengaruhi perilaku para anggotanya. Norma tersebut merupakan budaya yang kuat dari organisasi. Namun sebagian besar organisasi terlalu besar untuk menjadi kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi dan sebagian besar norma – norma yang kuat untuk karyawan sebagai individu berasal dari kelompok formal maupun informal yang lebih kecil.Kelompok kerja yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi, standar ini mungkin sama kuatnya ( atau bahkan lebih ) dibandingkan dengan aturan organisasi mengenai masuk kerja. Penyesuaian anggota kelompok dengan norma tersebut adalah bagian dari harga yang harus dibayar sebagai hasil dari diterima menjadi anggota kelompok tersebut.


Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu, pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut

Manfaat Ekonomi bagi Indonesia Sebagai Ketua ASEAN 2011


Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari Negara-negara di kawasan Asia Tenggara. ASEAN didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan social dan pengembangan kebudayaan Negara-negara anggotanya serta memajukan perdamaian di tingkat regional. Angota ASEAN terdiri atas Brunei, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Laos, Thailand, Singapura dan Vietnam.

Bagi Indonesia, ASEAN telah dan akan tetap menjadi bagian terpenting dalam kebijakan luar negerinya. ASEAN adalah keluarga, tetangga, rumah, dan masa depan Indonesia, sehingga Indonesia akan terus bangkit bersama ASEAN sebagai satu kesatuan. Pembentukan komunitas ASEAN itu telah mencerminkan semangat kolektif negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, antara lain ditujukan untuk mengembangkan kawasan Asia Tenggara yang damai, stabil, sejahtera dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tujuan lainnya yakni meningkatkan peran ASEAN di percaturan global, yang manfaatnya akan dicapai pada tahun 2015. Namun, pembentukan komunitas ASEAN itu juga sekaligus memperbesar tanggungjawab ASEAN yang tentunya harus memperkuat kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global. ASEAN sesungguhnya telah didirikan sejak 8 Agustus 1967, dan sejak itu ASEAN pun telah memberikan kontribusi nyata bagi kawasan Asia Tenggara disertai berbagai perubahan.

Perubahan besar terjadi dalam kehidupan ASEAN semenjak pemberlakuan Piagam ASEAN terhitung 15 Desember 2008. Salah satu perubahan yang dapat dirasakan yakni terciptanya suasana yang relatif damai dalam suasana kondusif untuk melaksanakan pembangunan politik, ekonomi dan sosial budaya di Asia Tenggara. Berbagai perubahan itu diharapkan akan menghasilkan Komunitas ASEAN 2015 yang mampu mempertahankan stabilitas keamanan, mengatasi masalah ekonomi/keuangan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang dinamis.

Indonesia sebagai ketua ASEAN 2011 memiliki tiga troritas utama. Prioritas itu yakni mempercepat implementasi tiga "blueprint" Komunitas ASEAN menuju pembentukan Komunitas ASEAN 2015, dan memperkuat peran ASEAN dalam membentuk arsitektur regional di kawasan Asia Pasifik dan mendorong terciptanya keseimbangan yang dinamis di kawasan. Prioritas lainnya yakni lebih meningkatkan peran ASEAN di tingkat global sesuai tema ASEAN 2011 yakni "ASEAN Community in a Global Community of Nations".

Visi Indonesia untuk ASEAN juga termasuk mempersempit kesenjangan pembangunan di antara negara-negara ASEAN. Indonesia perlu mecapai ASEAN yang lebih adel dan inklusif. Hal itu dapat dicapai melalui pembangunan infrastruktur dan keterhubungan ASEAN karena kedua hal itu tidak hanya bertujuan untuk efisiensi namun juga mengurangi kesenjangan.  Selain itu, juga membuka peluang investor untuk menananmkan modalnya di Indonesia.

Prioritas kedua, adalah memperkuat kohesi ASEAN untuk mewujudkan arsitektur kawasan Asia Timur yang lebih luas. Hal tersebut, mestinya melibatkan koordinasi kebijakan makro ekonomi, misalnya untuk mengatasi tantangan terhadap ketahanan pangan dan energi, serta perubahan iklim.
Prioritas yang ketiga, adalah memastikan kesepakatan-kesepakatan kawasan dapat berkontribusi pada kesepakatan global. Peningkatan keterlibatan ASEAN di forum internasional, seharusnya tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan, namun juga menorong investasi di kawasan dan ketahanan terhadap krisis pada masa mendatang.

Ketiga prioritas tersebut dilandasi tujuan utama untuk menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang bersifat people-centered dan people-oriented. Sementara peluang dan tantangan menuju Komunitas ASEAN 2015 dan setelah 2015 berupa upaya mempertahankan stabilitas dan keamanan kawasan dari ancaman keamanan tradisional dan modern. Upaya lainnya yakni menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang kompetitif dan "resilient" terhadap ancaman krisis keuangan dan ekonomi, dan memanfaatkan kerja sama ASEAN sebesar-besarnya demi kepentingan nasional (non-charity).

Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 memiliki peran yang penting bagi Indonesia, yang tentunya semua provinsi dan kabupaten/kota, akan menuju perekonomian dunia yang semakin terbuka, hampir tanpa batas. Contihnya, Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) yang berkarakter adanya pasar tunggal dan basis produksi dengan aliran bebas barang, jasa investasi, tenaga kerja yang terampil dan aliran bebas modal.

Tujuannya tentu untuk menciptakan kawasan yang stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, dimana terdapat kebebasan lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, pembangunan ekonomi yang setara, dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial pada 2015. Pembentukan Komunitas ASEAN merupakan keniscayaan yang harus didukung dan diimplementasikan. Siap atau tidak daerah harus ikut memperhitungkannya dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang. 

Dampak Penerapan IFRS bagi Perusahaan di Indonesia


IFRS (International Financial Reporting Standards) adalah standar yang digunakan sebagai dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan secara global. Sebelumnya IFRS dikenal dengan IAS (International Accounting Standards), artinya standar yang semula disebut IAS selanjutnya menggunakan sebutan IFRS. IFRS dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standard Board) yang berkedudukan di London, Inggris. IASB didirikan pada tanggal 29 Juni 1973 sebagai hasil kesepakatan antar organisasi profesi akuntansi yang berasal dari Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, Inggris, Irlandia dan Amerika Serikat. 

International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu. Standar ini muncul akibat tuntutan globalisasi yang mengharuskan para pelaku bisnis di suatu Negara ikut serta dalam bisnis lintas negara.

Negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-20 di mana Indonesia termasuk di dalamnya telah sepakat untuk mengimplementasikan IFRS dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Hal ini merupakan amanah yang harus diemban oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sehingga untuk ini telah ditetapkan bahwa mulai tahun 2012 IFRS telah diadopsi secara penuh ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Dampak langsung dari penerapan IFRS adalah adanya suatu ketentuan-ketentuan baru dalam penyusunan laporan keuangan. Contohnya, memperkenalkan konsep “Other Comprehensive Income didalam labarugi komprehensif”, Perubahan definisi-definisi akun-akun dalam laporan keuangan, Pos Luar Biasa tidak lagi diperbolehkan, Perubahan nama “laporan keuangan” menjadi “statement of financial position”, “statement of comprehensive income, dan “statement of other comprehensive income”.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa manfaat (benefits) dari penerapan IFRS antara lain adalah, memudahkan pemahaman atas laporan keuangan secara global karena telah menggunakan SAK internasional, Meningkatkan respon yang lebih baik bagi mendorong arus investasi global, Meningkatkan kualitas dan daya banding pelaporan keuangan.

Dengan adanya standar global tersebut memungkinkan keterbandingan dan pertukaran informasi secara universal. Konvergensi IFRS dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Adopsi standar internasional juga sangat penting dalam rangka stabilitas perekonomian.

Manfaat dari program konvergensi IFRS diharapkan akan mengurangi hambatan-hambatan investasi, meningkatkan transparansi perusahaan, mengurangi biaya yang terkait dengan penyusunan laporan keuangan, dan mengurangi cost of capital. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Dilain pihak, tantangan (cost) yang akan dihadapi antara lain, Jika perusahaan tidak mampu melakukan apraisal sendiri maka akan timbul biaya jasa apraisal aset setiap periodenya,  Benturan terhadap undang-undang, peraturan dan ketentuan yang berlaku seperti perpajakan, artinya, dampak dari perhitungan nilai wajar asset yang meningkat dapat dikenai beban pajak, sehingga disatu pihak perusahaan mengakui keuntungan dari adanya kenaikan nilai aset yang belum direalisir, tetapi utang pajak harus dibayar.

Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual.

Tuesday, August 30, 2011

Wensislaus Makmur : Mutiara yang Tersaput Lumpur

Karung bekas, dianggap tidak berguna dan tidak memiliki nilai jual. Namun siapa sangka karung bekas bisa disulap menjadi barang berharga yang bernilai guna tinggi, bahkan sampai menghiasi pasar ekspor?

Dialah Wensislaus Makmur. Orang yang mampu menyulap barang rongsokan itu menjadi barang yang bernilai guna tinggi. Pria berdarah Flores ini adalah seorang pengrajin tas karung yang karyanya sudah merambah kancah Internasional seperti Prancis, Italia, Belanda, Amerika, dan Australia.

Pendidikan yang dienyam di bangku sekolah tidak selalu sesuai aplikasinya dalam dunia kerja nantinya. Hal inilah yang dialami oleh lelaki berambut ikal yang satu ini. Meskipun menggenggam ijasah lulusan STM (Sekolah Tinggi Mesin), Wensislaus Makmur tak lantas bekerja di bidang usaha yang senada dengan latar belakang pendidikannya itu. Pria berperawakan kecil ini malah menggeluti pekerjaan yang seratus delapan puluh derajat berbeda.

Sebelum menjadi pengrajin tas karung, laki-laki yang lahir 29 tahun silam ini hanyalah seorang pendatang yang ingin mengadu nasib di Bali. Warna-warni pekerjaan pernah saya lakoni. Mulai dari buruh bangunan, penjaja toko seni di Kuta, dan supervisor di pabrik garmen,” aku Wensislaus. Hingga akhirnya Ancik, sapaannya yang dalam bahasa Flores berarti buruh, berhenti bekerja di pabrik garmen dan memutuskan untuk menerima tawaran temannya untuk menjadi pengrajin tas.

Lingkungan pekerjaan telah berjasa membangun koneksinya. Meskipun tas karung buatannya telah merambah pasar ekspor, Ancik masih sangat tergantung pada agen. “Klien saya yang memberikan modal, dan memasarkannya ke luar negeri,” ujar Ancik sembari mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.

Mengerjakan pesanan dari pagi hingga pagi lagi sudah menjadi hal biasa. Pribadi yang sederhana ini tidak pernah mengeluh dengan rutinitas bak robot. Namun, usahanya tak selalu berbuah keuntungan. Beberapa tahun yang lalu Ancik tertipu mentah-mentah oleh seorang klien. Namun Ancik tidak ingin memperpanjang masalah dengan membawa perkara itu ke meja hijau. “Buat apa? Percuma saja, hanya membuat capek saja. Kalau dia merasa punya hutang sama saya pasti dia membayarnya. Tapi kalau ngga ya ga apa-apa. Saya anggap sebagai pelajaran” kata-kata itu mengalir tulus dari bibir hitamnya. Tangannya kanannya mulai memuntir-muntir rokok, sambil sesekali memainkan korek gas dihadapannya.

Selain membuat tas dari karung beras, Ancik juga membuat tas dan dompet berbahan kulit. Semua itu tergantung pesanan. Terkadang pesanan tak selalu ada. Kalau sudah begitu, saya menitipkannya di art shop yang ada di seputaran Kuta. Saya juga ngga jarang menerima servis perbaikan sofa kulit” akunya.

Di bawah tumpukan potongan kulit, beberapa helai pola dompet dari kulit berwarna merah menyembul dari sana. Di atasnya tertera merk dagang yang dicetak dengan setrika. “Sebenarnya saya ingin punya brand dan toko sendiri,” harapnya, lalu menghisap rokoknya dalam-dalam. “Kalau boleh saya berharap, saya ingin supaya pemerintah membantu untuk menciptakan pasar untuk pengrajin kecil seperti saya,” imbuhnya. Dia pun menjejalkan rokok di tangannya yang tinggal puntung ke dalam asbak yang hampir penuh. Yang tersisa hanya bau asap di tempat kerjanya yang langsung menghadap gang sempit. (dp)

Eksportir Mandiri yang Berdikari

Seperti mengambil satu bola warna merah dari kotak yang berisi campuran bola merah dan putih. Ketidakpastian membuat seorang enterpreneur harus berani mengambil resiko.

Siang yang panas. Angin semilir menghampiri garasi kecil di rumah kontrakan. Di sanalah Wensislaus Makmur (29) berkutat dengan lembaran-lembaran kulit imitasi. Selama ini ia hanya mengerjakan pesanan tas dari agen atau kliennyanya, baik itu tas karung, tas kulit, atau dompet kulit. “Saya mengerjakan pesanan dari klien, bahannya pun mereka yang ngasi. Saya tinggal buat sesuai dengan maunya mereka. Setelah jadi, klien saya itu yang menjualnya di luar negeri. Ada yang dari Italia, Prancis, Belanda, Amerika, Australia,” terang Makmur di sela-sela deruman sepeda motor yang lewat di gang rumahnya yang sempit.

Begitulah, selama ini kelangsungan hidup Makmur sangat bergantung dengan pesanan dari agen. Bisa dibilang, Makmur bukanlah eksportir sesungguhnya. Belum mandiri, baik dari permodalan maupun pemasaran. Karena bagi Makmur untuk melakukan itu semua, yang ia miliki hanya ‘modal dengkul’.

Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi Bali, Drs. Gede Darmaja, M.Si., berpendapat bahwa pengerajin kita memiliki kesempatan untuk memasarkan produknya ke luar negeri. Hanya saja masalahnya ada pada mainset pengerajin kita yang mudah puas dan tidak berani mengambil resiko, serta lemahnya penguasaan manajemen keuangan dan pemasaran. “Kalau masalah modal, bank-bank di Indonesia bisa menyediakan kredit bagi pengusaha-pengusaha kecil” imbuhnya.

Kenyataannya, banyak eksportir Bali bergantung pada agen untuk memasarkan produknya. Mereka terlalu takut untuk meminjam uang di bank. “Kita pengusaha kecil-kecilan. Mana ada bank yang mau ngasi pinjaman” keluh Makmur.

Memasarkan produk lewat agen tidak selamanya memberi berkah. Sesungguhnya para pengerajin itu tengah dibohongi. Pengerajin hanya menerima rupiah dari agen, sedangkan agen mendapatkan dolar dari cucuran keringat para pengrajin. Tentunya dengan menaikkan harga sekian kali lipat. Sungguh ironis.

Matanya mulai berkaca-kaca mengenang saat ia ditipu mentah-mentah oleh agen. Tampaknya ia tak ingin kejadian yang sama menimpanya kembali. Saya tahu tempat tinggalnya. Tapi buat apa? Kalau dia merasa punya hutang, silahkan bayar, tapi kalau enggak ya sudah. Saya ikhlasin aja. Apalagi kita ini cuma pengerajin kecil,” ungkap Makmur.

Cahaya menyeruak saat ia kembali melanjutkan memotong kulit imitasi bahan dompet. Ia mengaku terlalu takut mengambil resiko untuk memasarkan produknya sendiri. Tanggungan istri dan anak memaksanya bermain aman. “saya ngga mau terlalu PD (percaya diri-red), aku masih harus ngebiayain istri sama anakku, jadi ya syukurin aja dulu. Yang penting halal” utaranya.

Selama ini kerajinan merupakan penopang hidup keluarga Makmur. Setidaknya hal itu sudah cukup membuat asap dapurnya tetap mengepul. Walaupun dia tidak tahu pasti, apakah dengan profesi ini kelak akan mampu mengangkat derajat hidupnya. (dp)