(Ni Made Wulan Rosita Sari)
Di tengah rendahnya kualitas pekerja di Tanah Air, ternyata masih banyak penduduk berkualitas, dengan pendidikan tinggi yang tidak bekerja. Kesempatan kerja yang semakin terbatas, rendahnya soft skill atau keterampilan di luar kemampuan utama setelah sarjana, membuat jumlah pengangguran terdidik semakin membesar.
Kesalahan terbesar yang hingga kini masih menghantui pemikiran generasi muda di negeri ini adalah bahwa setelah menyelesaikan sekolah, mereka akan menjadi pegawai, terutama pegawai negeri sipil (PNS). Meskipun gaji tidaklah besar, tetapi kemungkinan pemutusan hubungan kerja lebih kecil dan adanya uang pensiunan. Pola pemikiran ini tampaknya masih sulit untuk dihilangkan. Bahkan, jalan apapun akan ditempuh oleh orang tua (meskipun harus menyuap), asalkan anaknya bisa diterima menjadi pegawai negeri.
Alhasil, keadaan itu membentuk mental generasi muda yang manja dan tidak berani mengambil resiko. Mereka lebih memilih untuk menjadi orang yang dipimpin, dengan gaji pasti dan masa depan terjamin, dari pada seorang entrepreneur, yang harus mengalami jatuh bangun dan berusaha dari nol.
Jika dibandingkan dengan beberapa negara maju di dunia, jumlah entrepreneur atau wirausahawan di Indonesia masih tergolong rendah. Psikolog dari Universitas Harvard, Prof. Dr. David C. McClelland berpendapat bahwa suatu negara akan menjadi makmur apabila mempunyai entrepreneur sedikitnya sebanyak 2% dari jumlah penduduk. Tercatat, dari 231,83 juta jiwa penduduk Indonesia, maka seharusnya ada 4.760.000 orang entrepreneur di negeri ini. Namun kenyataannya Badan Pusat Statistik menyatakan hanya 400.000 orang yang menjadi pelaku usaha yang mandiri, atau sekitar 0,18% dari populasi.
Menurut Global Entrepreneurship Monitor (GEM) tahun 2005, Singapura memiliki jumlah entrepreneur sebanyak 7,2% dari total penduduk, padahal tahun 2001 hanya tercatat sebesar 2,1%. Jumlah ini dibandingkan dengan Amerika Serikat, lokomotif ekonomi selama satu abad terakhir ini, pada tahun 1983 dengan penduduk 280 juta sudah memiliki 6 juta entrepreneur, atau 11,5% dari seluruh penduduknya sedangkan China dan Jepang mencapai 10%.
Kewirausahaan memang masih merupakan barang baru untuk Indonesia, sementara AS sudah mengenalnya sejak 30 tahun lalu dan Eropa 6-7 tahun lalu. Namun pada tahun 2009 Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan sebagai Tahun Kreatif dan disusul pada tahun 2010 ini Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) telah mengalokasikan dana Rp 50 miliar untuk mencetak 10.000 sarjana wirausaha. Memang terlambat, karena seharusnya kewirausahaan ditanamkan sejak menempuh pendidikan di bangku sekolah dasar dan bukan dicangkokkan setelah lulus. Namun, tak ada kata terlambat untuk suatu perbaikan. Program ini merupakan upaya untuk memperbesar jumlah wirausaha muda di Indonesia.
No comments:
Post a Comment