madyapadma

madyapadma
my first teacher in journalistic

Wednesday, July 7, 2010

Remaja “bicara” Perubahan Lewat Film

Mengucapkan kata perubahan mungkin mudah. Tapi apakah semudah itu melakukannya ???

Remang-remang. Itulah suasana di kefe Vertigo, di bilangan plaza Semanggi, saat awarding night “A Documentary Film Competition ‘Think Act Change’ 2009” yang diadakan oleh The Body Shop. Acara ini merupakan suatu kompetisi yang melombakan film-film dokumenter garapan anak-anak SMA.

Acara yang berlangsung selama hampir empat jam, menampilan artis-artis nasional, layaknya Sherina, Marshanda, Soul ID, Melisa Karim dan masih banyak lagi. Selain itu, acara awarding ini juga dipandu oleh presenter ternama, VJ Ben serta Cici Panda.

Acara ini mengusung “perubahan” yang ditawarkan para sineas muda ini lewat sarana film. Jenis Film disini merupakan film documenter, dimana film dokmenter memaparkan realita yang terjadi di sekitar kita. Jadi film-film yang disini merupakan kejadian yang terjadi di sekitar kita, tanpa rekayasa.

Dalam acara yang bertajuk “Think Act Change 2009” ini, ada sepuluh film nominasi dari empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta serta Bali. Masing-masing film memiliki karakteristik yang berbeda. Ada tiga kategori besar yang diangkat dalam kompetisi ini, antara lain HIV/AIDS, Global Warming dan Kekerasan Pada Perempuan. “Dalam kompetisi ini, kita mengangkat masalah-masalah yang kita anggap sebagai masalah bersama. Seperti Global Warming, HIV/AIDS serta kekerasan terhadap perempuan yang masih kerap terjadi di Indonesia. Kita ingin menjadi wadah aspirasi remaja dalam melakukan perubahan. Dan disini bentuk realisasinya dengan membuat film dokumenter”, terang Martinus Kukuh, panitia dari The Body Shop Jakarta.

Kegiatan Think Act Change ini merupakan kali ketiga yang diadakan oleh The Body Shop sejak kali pertama pada 2007. Total, ada 500 siswa-siswi SMA dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Bali yang bersaing dalam kegiatan tahun ini. “Total yang ikut itu ada 500 peserta dari empat kota, ya meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dulu tahun 2007 pesertanya cuma 40 orang”, jelas Kukuh.

“Peningkatan jumlah peserta ini menunjukan kesadaran remaja semakin meningkat akan masalah-masalah di dunia khususnya di Indonesia, seperti HIV/AIDS, Global Warming dan kekerasan pada perempuan. Memang masalah ini sangat mengancam masyarakat Indonesia. Atas dasar inilah, The Body Shop bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta, majalah Kawanku, dan Prambors mengadakan kompetisi film dokumenter ini” lanjut pria bertubuh tinggi besar ini.

Dalam kompetisi ini ada beberapa tahap penyeleksian. “Peserta berkelompok maksimal tiga orang. Pertama mereka mengirimkan ide film. Kemudian yang lolos seleksi akan di karantina. Pada tahap karantina ini mereka di berikan ilmu pembuatan film. Dan selanjutnya proposal film mereka di seleksi oleh juri, yang terpilih dapat memproduksi filmnya. Tetapi, yang tidak lolos di proposal boleh juga membuat film dokumenter serta masuk melalui jalur Free Entry” tambahnya.

“Yang lolos sampai tahap akhir ini (awarding), memang terbanyak berasal dari Bali”, aku CEO The Body Shop Indonesia, Suzy D. Hutomo. Bali memang finalis yang jumlahnya paling banyak di antara empat kota lainnya. Dari dua film nominasi HIV/AIDS SMA, keduanya berasal dari Bali. Dan dari empat film nominasi Global Warming SMA, dua film berasal dari Bali. “Total semua finalis ada 10 film, empat berasal dari Bali. Luar biasa”, imbuhnya.

“Mereka sangat kreatif dan hebat-hebat. Remaja Bali sangat antusias dalam melakukan perubahan, seperti tema kita, Empowering The Young Generation”, sanjungnya di tengah-tengah acara.

Ada beberapa kategori yang diperebutkan dalam ajang ini, antara lain The Best Film on HIV/AIDS, The Best Film on Violence Against Women, The Best Film on Globang Warming, The Best Music, Film terfavorit serta The Best Film.

Jakarta menempatkan diri sebagai pemenang dengan menyabet tiga kategori sekaligus, yaitu The Best Film On Violence Against Woman, The Best Music serta The Best Film. Selain itu, Bandung juga memperoleh penghargaan sebagai Film Terfavorite.

Bali juga memborong dua kategori sekaligus. Kedua team yang menyabet kategori itu berasal dari Ekstra Kurikuler Madyapadma, SMA N 3 Denpasar. Kategori pertama ialah film terbaik pada tema Global Warming. Mereka adalah Putu Harum Bawa, Kadek Juni Surya Artawan, dan Trisnandari. Kategori kedua yang direbut adalah film terbaik pada tema HIV/AIDS dengan anggota I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi, Syama Sara Jini Devi Dasi dan I Nyoman Agus Aryawan.

I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi tak pernah menyangka akan dapat naik ke panggung menerima trophy penghargaan. Melafalkan ucapan terima kasih pun tak pernah terlintas dalam benaknya. “Aku ga nyangka banget bisa menang dan naik ke atas panggung. Aku awalnya sempet pesimis soalnya. Yah, pokoknya seneng dah. Aku nggag lupa ngucapin terimakasih yang sebesaar-besarnya buat Tuhan, keluarga, narasumber, pembina kita dan teman-teman yang sudah ngedukung kita dari awal sampai sekarang. Makasi ya”, ungkapnya.

Lain halnya dengan pemenang film dokumenter kategori Global Warming, Putu Harum Bawa. “Aku harus optimis menang, soalnya menurutku, klo ga optimis ntar malah beneran kalah. Ya jadi kita ga boleh pesimis”, ujarnya tersipu.

Di balik keberhasilannnya, mereka berharap para sineas muda tak henti berkarya demi memajukan bangsa. ”Katakanlah perubahan, bila itu yang ingin dikatakan. Hargailah pertambahan usia kalian dengan bertambahnya kreatifitas, kita harus ngembangin kreatifitas kita, jangan sampai kebuang tanpa ada yang kamu berikan minimal buat dirimu sendiri”, pesan Ayu. (utm)

No comments:

Post a Comment